Bendera Bangsaku

SELAMAT DATANG SOBATKU DI BLOG MAMAT/UCOK/RONI PUTERA JAWA KETURUNAN SUMATERA, ALLAH KUASA MAKHLUQ TAK KUASA LAILAHAILLALLAH MUHAMMADURRASULULLAH

Nabi Musa dan Al-Khidhir

Pada suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.


Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan paling berpengetahuan?" "Aku", jawab Musa. Apakah tidak ada kiranya orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?" Tanya lagi si penanya itu. "Tidak ada" , ujar Musa seraya berkata dalam hati kecilnya: " Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku."

Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan bertemu. Hamba yang soleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.

Berkata Musa kepada Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah berfirman kepada Musa: "Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu." Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang drp para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya' bin Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.

Tatkala Nabi Musa nerserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan. Pada saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar. Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada Nabi Musa: "Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan."

Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya' karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya': "Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh ini."
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.

"Siapakah engkau?" bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani Isra'ilkah?"
"Betul", jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."

Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu."

Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: "JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua."

Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.

Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata: "Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?"

Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahawa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku."
Musa berkata: "Maafkanlah daku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu. Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.

Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata: "Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"

Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu menolong mereka memberi tempat beristirehat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.

Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar, berkata Musa kepada Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar dengan upah yang engkau perolehi itu dapat kami menutupi keperluan makan minum kami."

Al-Khidhir menjawab: "Wahai Musa, inilah saat untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,"bahawa pengrusakan bahtera yang kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya."

"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka berdua."
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."

"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku."





Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah "Al-Kahfi" ayat 60 sehingga ayat 82 yang bermaksud :~
"60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62~ Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." 63~ Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." 64~ Musa berkata: "Itulah tempat yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. 65~ Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" 67~ Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69~ Musa berkata: "Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." 70~ Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu, lalu Al-Khidhir melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpamgnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. 72~ Dia {Al-Khidhir} berkata: "Bukankah aku telah katakan: "Sesungguhnya kamu sesekali tidak akan sabar bersama dengan aku." 73~ Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku," 74~ Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang pemuda maka Al-Khidhir membunuhnya. Musa berkata : "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar." 75~ Al-Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" 76~ MUsa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku." 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka kemudian keduanya dapati dalam negeri itu ada dinding rumah yang hampir roboh, maka Al-Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mahu nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu." 78~ Al-Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. 79~ Adapun bahter itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-orang mukmin dan kami khuatir bhe dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. 81~ Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada ibubapanya}. 82~ Adapun dinding rumah itu kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }

Model Pengajaran dan Pembelajaran Imam-imam Mazhab



Al- Imam as- Syafei dilahirkan pada bulan Rejab tahun 150 H bersamaan tahun 767 M, di satu tempat bernama Ghuzzah, di wilayah Palestin tidak jauh dari Baitul Maqdis. Keturunan daripada pihak ayahnya ialah Muhammad bin Idris bin al- Abbas bin Uthman bin Syafi’ bin Assib bin Ubaid bin Abd Yazid bin Hasyim bin Abdul Muttalib bin Abd Manaf. Beliau ialah seketurunan dengan Nabi Muhammad kerana Abd Manaf , datuk ketiga kepada Nabi Muhammad menjadi datuk kesembilan kepada Imam Syafei. Imam as-Syafei dikenali dengan panggilan Abu Abdullah sejak kecil lagi,setelah menjadi ulama yang terkenal, maka beliau dikenali dengan panggilan Imam as- Syafei. Beliau adalah antara imam mazhab yang keempat, iaitu pengasas Mazhab Syafei. Imam as- Syafei meninggal dunia pada tahun 204 Hijrah bersamaan tahun 820 Masihi ketika berusia 54 tahun dan dikebumikan di Arafah, Mesir. Kewibawaannya sebagai seorang guru yang berpengaruh terserlah ketika beliau masih kecil lagi. Hal ini terbukti apabila beliau membacakan ayat- ayat suci al-Quran yang telah memberikan kesan mendalam kepada pendengarnya sehingga semuanya dapat menghayati
maksud al- Quran dan disusuli dengan titisan air mata kesedaran. Antara kaedah pengajaran yang telah dilakukan oleh Imam As-Syafie dalam pengajarannya adalah seperti berikut: 
1) Secara kuliah
Semasa menetap di Makkah, pemusatan pengajarannya ialah di Masjidil Haram (Muhammad Abu Zuhrah, 1367). Beliau mengajar dengan duduk di atas kerusi dan dikelilingi oleh murid- muridnya. Masa ini merupakan saat- saat yang paling subur dalam keilmuannya, di mana Imam as- Syafei menumpukan pemikiran dalam kuliahnya dan bersama murid- muridnya mencari jalan pengeluaran hukum yang ganjil dan membandingkan antara sumber perundangan yang pelbagai. Selama Sembilan tahun, Imam as- Syafei menghabiskan masanya di Makkah bersama- sama para ilmuan yang lain, membahas , mengajar, mengkaji di samping berusaha melahirkan satu intisari dari beberapa aliran dan juga persoalan yang sering bertentangan yang ditemui pada masa itu.Baca lebih lanjut

Kisah Satu Gereja Masuk Islam (Subhanallah)

Ini Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika Rabu, 22 Februari 2006 silam.
Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku
kuliahnya di Amerika . Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa

pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya.Selain belajar,
ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika , ia
berkenalan dengan salah seorang Nasrani.Hubungan mereka semakin
akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk
Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan
di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di
kampung tersebut.Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam
gereja. Semula ia berkeberatan,namun karena ia terus mendesak
akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke
dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening,
sebagaimana kebiasaan mereka.

Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan
penghor-matan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak
terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah
kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini."
Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut
mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak
bergeming dari tempatnya.
Hingga akhirnya pendeta itu berkata,
"Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin
keselamatannya. "Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu
ia bertanya kepada sang pendeta,
"Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim."
Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu."Kemudian
ia beranjak hendak keluar,namun sang pendeta ingin memanfaatkan
keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan,
tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan
markasnya.
Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata,
"Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus
menjawabnya dengan tepat."
Si pemuda tersenyum dan berkata,
"Silahkan!

Sang pendeta pun mulai bertanya,
# 1.. Sebutkan satu yang tiada duanya,

# 2.. dua yang tiada tiganya,

# 3.. tiga yang tiada empatnya,

# 4.. empat yang tiada limanya,

# 5.. lima yang tiada enamnya,

# 6.. enam yang tiada tujuhnya,

# 7.. tujuh yang tiada delapannya,

# 8.. delapan yang tiada sembilannya,

# 9.. sembilan yang tiada sepuluhnya,

# 10.. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,

# 11.. sebelas yang tiada dua belasnya,

# 12.. dua belas yang tiada tiga belasnya,

# 13.. tiga belas yang tiada empat belasnya.

# 14.. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!

# 15.. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?

# 16.. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?

# 17.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyu-
kainya?

# 18.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan
ibu!

# 19.. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan
apidan siapakah yang terpelihara dari api?

# 20.. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan
batu dan siapakah yang terpelihara daribatu?

# 21.. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!

# 22.. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting
mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan
dan dua di bawah sinaran matahari?"

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu ter-senyum dengan
senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah
ia berkata,
# 1.. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

#2.. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT
berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda
(kebesaran kami)." (Al-Isra':12).

# 3.. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi
Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil
dan ketika me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh.

# 4.. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-
Qur'an.

# 5.. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.

# 6.. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT
menciptakan makhluk.

# 7..Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah
SWT berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.
Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah
sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk:3).

# 8.. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-
Rahman. Allah SWT berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada dipenjuru-
penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat
menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas(kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).

# 9.. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan
kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim
paceklik, katak, darah, kutu dan belalang

# 10.. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SW
berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh
kali lipat." (Al-An'am: 160).

# 11.. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara
Yusuf.

# 12.. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa
yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon
air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan
tongkatmu.' Lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air." (Al-
Baqarah: 60).

# 13.. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf
ditambah dengan ayah dan ibunya.

# 14.. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah
waktu Shubuh. Allah SWT ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya
mulai menying-sing. " (At-Takwir:1)

# 15.. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus
AS.

# 16.. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-
saudara Yusuf,yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,"Wahai ayah
kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan
Yusuf di dekat barang-barang kami,lalu dia dimakan serigala." Setelah
kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepadamereka," tak ada cercaaan
ter-hadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan
memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."

# 17.. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah
suara keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara
adalah suara keledai." (Luqman: 19).

# 18.. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi
Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.

# 19.. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab
dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi
Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan
Ibrahim." (Al-Anbiya': 69).

# 20.. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang
diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari
batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

# 21.. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah
tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu
daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 2)

# 22.. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai
30 daun, setiap daun
mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran
matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun
adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga
dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemuda
muslim tersebut.Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia
mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu
pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.
Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?"
mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya
diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah.
Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.
Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab
pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata,
"Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab
sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu
menjawabnya! "
Pendeta tersebut berkata,
"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku
takut kalian marah. " Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan
anda."
Sang pendeta pun berkata, "
Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa'asyhaduanna Muhammadar
Rasulullah."

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu
memelukagama Islam. ALLAHU AKBAR! Sungguh Allah telah menganugrahkan
kebaikan dan menjaga mereka dengan
Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.

Semoga Kisah ini dapat menambah kuat Iman kita sebagai seorang Muslim, dan jika Kisah ini di baca oleh orang non muslim,
semoga dia sadar dan memeluk Agama yang paling Benar, Agama ALLAH SWT.
Silahkan Di share 

Kecerdasan Ali bin Abi Thalib

Ali bukanlah milik syi’ah dan Utsman pun bukanlah milik sunni, keduanya adalah hamba-hamba Allah yang sangat saleh, keduanya adalah menantu Nabi, dan keduanya pun sama-sama dicintai oleh Nabi Muhammad saw. oleh karena itu keduanya bukanlah syi’ah ataupun sunni, tetapi keduanya adalah muslim yang menjadi sahabat terbaik Nabi dan mukmin yang telah dijanjikan menjadi penduduk surga oleh Allah SWT.
Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda:
“Janganlah mencela para sahabatku! Janganlah kalian mencela para sahabatku! Demi Dzat yang menguasai jiwaku, seandainya salah seorang dari kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, kadarnya tetap tidak akan dapat menandingi satu mud yang telah diinfakkan seorang dari sahabatku.” [1]
Antara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, tidak ada yang dilebihkan satu sama lain oleh Rasulullah saw. Mereka masing-masing punya kedudukan terhormat di mata Nabi dan sama-sama dicintai oleh Nabi. Adapun bagaimana kedudukan Ali bin Abi Thalib di mata Rasulullah saw. digambarkan pada kisah berikut:
Ketika Ali menanyakan mengapa hanya dirinya ditugasi menjaga keluarganya oleh Rasulullah saw. sedangkan saat itu dirinya sangat ingin pergi bersama Rasulullah saw. ke mendan tempur perang Tabuk. Rasulullah saw. kemudian berkata kepada Ali:
“Tidak relakah engkau memiliki kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja, tidak ada nabi setelahku.” [2]
Jadi janganlah kita menisbatkan salah satu dari keempat sahabat ini dengan firqah-firqah golongan, hingga kita akhirnya menjadi sungkan untuk belajar dari kearifan keempat sahabat Nabi ini dan menyerap semua kebaikan dan petuah yang terpancar dari mereka.
Janganlah kita melampaui apa yang menjadi wilayah kekuasaan dan hak Allah Ta’ala dalam menghakimi mana yang salah mana yang benar. Cukuplah saja hanya Allah Yang Maha Mengetahui dan menjadi Hakim Yang Maha Adil tentang keimanan dan kesalehan dari keempat sahabat ini.
ILMU ITU PUNYA AHLAK, DAN AHLAK ITU HARUS DENGAN ILMU
Ali dikenal sebagai sahabat Nabi yang sangat menghargai ilmu, menghormati orang yang telah mengajarinya ilmu, dan karena kecerdasannya pula sekalipun dihadapkan pertanyaan-pertanyaan yang aneh dan lugu, tetapi Ali tetap melayaninya dengan cara dan jawaban yang arif.
Ali pula yang mengajarkan bahwa ilmu dan ahlak adalah satu kesatuan, dan petuahnya yang terkenal mengungkapkan ciri-ciri orang yang berilmu sejati:
Wahai para pencari ilmu, sesungguhnya ada tiga ciri utama seorang yang berilmu (alim), yaitu ia mengetahui dan mengenal Allah, apa yang disukai Allah, dan apa yang dibenci Allah.
Kepada yang berilmu khususnya para Faqih (orang yang paham terhadap syariat Islam), Ali menasehati:
Maukah kalian kuberi tahu tentang al-Faqih Haqq al-Faqih (yang paling utama di antara para Faqih)?
Ia adalah seorang yang tidak memutuskan harapan manusia dari rahmat Allah,
Ia adalah seorang yang tidak mendorong manusia untuk bermaksiat kepada Allah,
Ia adalah seorang yang tidak membuat manusia merasa aman dari murka Allah,
dan Ia adalah seorang yang tidak meninggalkan al-Qur’an karena membencinya lalu ia berpaling kepada yang lain.
Ketahuilah, tidak ada kebaikan dalam ibadah yang tidak disertai pengetahuan, tidak ada kebaikan dalam pengetahuan yang tidak disertai pemahaman, dan tidak ada kebaikan dalam pembacaan yang tidak disertai menelaahnya.
Kepada para pencari ilmu pun Ali menasehatinya:
Kedudukan seorang yang berilmu (alim) itu seperti orang yang sedang berpuasa dan berjuang di jalan Allah. Ia bagaikan setandan kurma yang hendak jatuh memberimu manfaat. Oleh karena itu hendaklah seorang murid harus menghormati guru, menghargainya, dan duduk sopan di hadapannya. Ketika guru tidak hadir, berharaplah agar ia segera kembali dan terimalah dengan baik ketika ia kembali. Janganlah murid mencari-cari aib dan rahasia gurunya, tidak pula ber-ghibah tentang gurunya. Murid hendaknya senantiasa mendoakan keselamatan bagi gurunya.
Akhirnya baik kepada yang berilmu dan yang mencari ilmu, Ali mengingatkan:
Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah kemuliaan diri dan kehormatan diri. Bersikap rendah hatilah kepada orang yang mengajari dan yang kau ajari. Janganlah menjadi seorang berilmu yang sewenang-wenang agar ilmumu tidak dikalahkan oleh kebodohan.
Beberapa contoh lain yang menggambarkan kecerdasan dan kepahaman agama yang luas dari Ali bin Abi Thalib, silahkan baca artikel-artikel berikut:
* Apa Yang Tidak Diketahui Allah
* Rahasia Angka Ali bin Abi Thalib
MENYUGUHKAN SURGA LEBIH BAIK DARIPADA MENGANCAM DENGAN NERAKA
Suatu hari ada orang yang pernah bertanya kepada Ali, tentang tentang kemuliaan hari Jum’at, bulan Ramadhan, dan amalan yang paling utama. Inilah jawaban Ali yang mampu memotivasi orang-orang untuk tetap selalu bersemangat ibadah:
Memang benar amalan paling dimuliakan oleh Agama adalah menunaikan Shalat tepat pada waktunya.
Namun Agama lebih menginginkan agar engkau senantiasa bisa membuat Allah ridho dengan amalan yang telah engkau perjuangkan.
Memang benar bulan paling dimuliakan Agama adalah Ramadhan.
Namun Agama lebih menginginkan agar engkau selalu berada di bulan yang di dalamnya banyak bertaubat.
Memang benar hari paling dimuliakan adalah Jum’at.
Namun Agama lebih menginginkan agar engkau mati di hari saat engkau dalam keadaan beriman. [3]
Kearifan Ali dalam menjawab telah mengenyahkan pandangan bahwa kurang mulianya beribadah dan mati di luar hari Jum’at dan bulan Ramadhan. Untuk memotivasi orang-orang agar lebih bersemangat tentunya akan lebih baik bila kita menyuguhkan surga kepada mereka daripada menakuti-nakuti dengan adzab neraka. Dengan begitu, akan tumbuh rasa cinta kepada Allah karena apa yang mereka lihat dari Allah adalah kasih sayang-Nya bukan murka-Nya.
Dengan memahami bahwa Islam itu adalah agama yang indah, mungkin kita pun tidak lagi akan menjadikan shalat fardhu sebagai sebuah kewajiban karena takut akan adzab neraka, tetapi telah menjadi sebuah kecintaan kepada Allah SWT. karena keridhoan dan kasih sayang Allah, melebihi keindahan surga-Nya.
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa pun, Ali tetap santun dan arif tidak serta merta emosi karena pada dasarnya adakalanya mereka dalam kondisi benar-benar tidak tahu atau memang benar-benar punya tujuan mulia. Berikut adalah salah satu kisah kearifan Ali dalam berdakwah:
Suatu hari Abu Bakar pernah kedatangan seorang pastor dari luar Arab. Dikatakan oleh pastor tersebut maksud kedatangannya: “Aku dari negeri Roma dan aku datang membawa kantung berisi emas dan perak. Aku ingin bertanya kepada penjaga umat islam tentang beberapa masalah. Jika dia dapat menjawab maka aku akan mentaati perintahnya dan hartaku di hadapan kalian akan aku berikan kepadanya. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya maka aku akan kembali ke negeriku.”
Abu Bakar berkata: “Bertanyalah sesuka hatimu.”
Pastor berkata: “Demi Allah, aku tidak akan berbicara sebelum anda memberiku jaminan berada di dalam keadaan aman dan dari kemarahan teman-temanmu.”
Abu Bakar berkata: “Aku jamin keamanan kamu dan tidak akan apa-apakan kamu, tanyalah apa yang ingin kamu ingin mengetahui.”
Pastor berkata: “Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak Allah miliki, sesuatu yang tidak ada pada Allah dan sesuatu yang tidak Allah ketahui?”
Abu Bakar gementar dan tidak mampu menjawab. Kemudian pastor itu bangun hendak keluar.
Lalu Abu Bakar berkata: “Wahai musuh Allah, sekiranya kita tidak membuat perjanjian tadi, niscaya aku basahi tanah ini dengan darahmu!”
Kebetulan Salman al-Farisi ada di situ, beliau bangkit dan pergi mencari Ali bin Abi Thalib yang sedang duduk bersama Hasan dan Husein di dalam rumah. Salman menceritakan kejadian yang baru saja terjadi kepada Ali. Maka Ali bangun dan pergi bersama Hasan dan Husain ke masjid. Ketika orang ramai melihat Ali, mereka bertahmid dan mereka segera mendekati Ali.
Ali masuk dan duduk.
Lalu Abu Bakar berkata: “Wahai pastor, tanyalah kepadanya, dialah orang yang kamu cari.”
Pastor pun menghadap Ali dan berkata: “Wahai lelaki, siapa namamu?”
Ali menjawab: “Namaku di kalangan Yahudi ialah Ilyan dan di kalangan Nasrani ialah Ilya. Sedang menurut ayahku, namaku adalah Ali dan menurut ibuku namaku adalah Haidarah.”
Pastor bertanya lagi: “Apa hubungan kamu dengan nabimu?”
Ali menjawab: “Beliau adalah saudaraku, mertuaku, dan putra pamanku.”
Pastor berkata lagi: “Kamu adalah temanku, demi Tuhannya Isa. Beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang tidak Allah miliki, sesuatu yang tidak ada pada Allah dan sesuatu yang tidak Allah ketahui?”
Ali menjawab: “Yang tidak Allah miliki ialah bahwa Allah Maha Esa, tidak memiliki isteri dan anak. Sesuatu yang tidak ada pada Allah ialah perbuatan zalim terhadap sesiapa (dan apapun). Dan sesuatu yang tidak Allah ketahui ialah Allah tidak mengetahui akan adanya sekutu bagi Nya dalam kerajaan-Nya.”
Pastor itu bangun dan lalu memegang kepala Ali dan menciumi antara kedua matanya, seraya berkata: “Kamu adalah sumber agama dan hikmah. Aku telah membaca dalam Taurat namamu Ilyan dan dalam Injil adalah Ilya. Beritahu kepadaku bagaimana keadaan kaummu?”
Ali menjawab pertanyaan itu dengan sebuah penjelasan. Lalu pastor itu bangun dan menyerahkan seluruh hartanya kepada Ali dan kemudian pastor itu pulang kepada kaumnya.
ISLAM ITU RAHMATAN LIL’ALAMIN
Saat menjadi khalifah, Ali pernah berjalan-jalan di Kufah lalu melihat dengan yakin baju zirah perangnya namun saat itu berada di tangan seorang Nasrani. Ali tidak tahu bagaimana bisa baju zirah perangnya ada di tangan Nasrani tersebut. Sekalipun Ali telah meyakinkan Nasrani tersebut bahwa itu adalah baju zirahnya, namun Nasrani tetap bersikukuh itu miliknya.
Karena tidak menghasilkan mufakat, Ali pun membawa perkara ini ke pengadilan. Yang menjadi hakim (qadi) saat itu adalah Syarih bin al-Harits.
Syarih bertanya kepada Nasrani tersebut: “Apa pembelaanmu atas apa yang diklaim oleh Amirul Mukminin?”
Nasrani itu menegaskan: “Baju zirah ini milikku, Amirul Mukminin tidak berhak menuduhku!”
Syarih kemudian berpaling kepada Ali: “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau punya bukti bahwa itu adalah baju zirahmu?”
Ali menjawab: “Engkau benar Syarih, aku tidak punya bukti apapun.”
Syarih bertanya kembali: “Atau apakah engkau punya saksi-saksi?”
Ali menjawab: “Ada, Hasan.”
Syarih menegur: “Tidak bisa, Hasan tidak bisa menjadi saksi karena ia adalah anakmu.”
Ali berkata: “Wahai Syarih, bukankah engkau pernah mendengar sabda Rasulullah saw. bahwa Hasan dan Husain adalah dua orang pemimpin surga?”
Syarih mengingatkan Ali: “Sekalipun begitu, syari’at Islam tetap tidak membenarkan anak-anakmu menjadi saksi.”
Ali mengakui apa yang dikatakan Syarih tersebut, dan akhirnya Syarih memutuskan bahwa baju zirah tersebut adalah milik orang Nasrani.
Namun setelah Nasrani tersebut menerima kembali baju zirahnya, tak lama kemudian ia kembali menemui Ali dan Syarih seraya berkata: “Aku bersaksi bahwa hukum seperti ini adalah hukum para Nabi. Amirul Mukminin membawaku kepada hakim yang diangkat olehnya dan ternyata hakim tersebut menetapkan keputusan yang memberatkan Amirul Mukminin. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Demi Allah, baju zirah ini sebenarnya adalah milikmu wahai Amirul Mukminin. Saat itu aku mengikuti pasukanmu menuju perang Shiffin, dan aku mengambil beberapa barang dari kendaraanmu.”
Mendengar hal itu Syarih dan Ali tersenyum, Ali pun berkata: “Karena kau telah ber-Islam, maka ambillah baju zirah ini untukmu.” Laki-laki itupun sangat senang dengan hadiah yang diberikan Ali tersebut.
LEBIH MENYUKAI JADI PELAYAN DARIPADA JADI PEMIMPIN
Seandainya saja berkehendak, Ali sebenarnya sangat berpeluang besar menjadi khalifah ketiga pengganti Umar, karena saat itu Utsman lebih memilih Ali untuk menjadi khalifah ketiga. Namun karena sudah menjadi sifat mulia para sahabat Nabi, Ali ternyata lebih memilih Utsman daripada menerima jabatan khalifah.
Begitupun di saat Ali kembali dicalonkan sebagai khalifah keempat, Ali malah berkata:
“Tinggalkanlah aku, dan carilah orang lain yang lebih baik dari diriku… Daripada harus menjadi pemimpin, lebih baik aku menjadi pelayan untuk kalian.” [4] [5]
Apa yang menjadi dasar Ali dicalonkan kembali menjadi khalifah keempat? Pertama, karena para sahabat Nabi lainnya pun sama menolak jabatan khalifah seperti di antaranya: Zubair bin al-Awwam, Thalhah bin Ubaidilah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar. Akhirnya orang-orang pun kembali membujuk Ali dan kali ini lebih didukung oleh kaum Anshar dan Muhajirin serta para sahabat Nabi seperti Thalhah bin Ubaidilah, Zubair bin al-Awwam, Abdullah bin Umar, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Kedua, karena Ali lebih punya hubungan dekat dengan Nabi dibandingkan kandidat lainnya.
Lalu mengapa Ali kemudian menerima untuk di-bai’at menjadi khalifah? Ini tak lain dari sebuah pilihan yang sangat berat, satu sisi Ali enggan untuk menjadi pemimpin, tetapi di sisi lain kondisi kaum muslimin sangat genting terpecah belah dan harus sesegera mungkin dipersatukan kembali. Saat Ali didesak untuk di-bai’at, ia berkata:
“Sesungguhnya aku tidak menyukai perkara yang kalian bebankan kepadaku. Aku menerimanya demi kebaikan dan kepentingan kalian. Aku tidak ada artinya tanpa kalian…
Wahai manusia, sungguh ini merupakan perkara yang sangat berat. Tidak ada seorang pun yang berhak menetapinya kecuali yang kalian percayai…
Apakah kalian ridho?”
Mereka menjawab: “Ya kami ridho.”
Ali lalu berdoa: “Ya Allah, saksikanlah mereka.” [5]
Seandainya Ali tetap menolak menjadi khalifah, berarti ia membiarkan kaum muslimin semakin terpuruk dan ini bukanlah sifat seorang muslim. Tetapi di sisi lain sebagaimana ahlak mulia para sahabat Nabi, Ali tidak pernah meminta jabatan khalifah. Atas pertimbangan kemaslahatan umat yang lebih besar yang harus didahulukan di atas prinsip dan kepentingan pribadinya, akhirnya Ali menerima untuk di-bai’at menjadi khalifah keempat setelah Utsman.
ANTARA ALI DAN AISYAH
Setelah peperangan Jamal reda, Ali kemudian mendekati Aisyah seraya berkata: “Wahai ibunda orang-orang yang beriman (Ummul Mukminin), bagaimanakah keadaanmu?” Aisyah menjawab: “Keadaanku baik.”
Ali kemudian berkata: “Semoga Allah mengampuni kami dan engkau.” Aisyah menjawab: “Semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu.”
Lalu Ali melepas Aisyah untuk pulang kembali ke Madinah dan mengirimkan pasukan untuk mengawalnya pulang dengan selamat. Sesaat sebelum berangkat pulang, Aisyah berpaling kepada kerumunan pasukan Ali dan berkata:
Wahai mukminin, kita telah telah saling mencela satu sama lain. Mulai saat ini, jangan ada lagi di antara kalian yang memusuhi saudaranya untuk urusan seperti ini. Demi Allah sesungguhnya apa yang terjadi antara diriku dan Ali adalah seperti yang terjadi antara ibu dan anak yang dilindunginya. Dan sesungguhnya Ali termasuk di antara kalangan yang terbaik.
Mendengar hal itu Ali membalasnya: “Demi Allah, engkau benar wahai Ummul Mukminin. Apa yang terjadi antara diriku dan Aisyah tidak lebih dari itu. Sesungguhnya ia adalah istri dari Nabi kalian di dunia dan akhirat.”
Ali turun mengantarkan langsung kepulangan rombongan Aisyah hingga berpisah di suatu tempat di dekat Madinah.
ANTARA ALI DAN MUAWIYAH
Muawiyah meriwayatkan sebuah hadits yang langsung didengarnya dari Rasulullah saw. yang telah bersabda: “Tidak relakah engkau memiliki kedudukan di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja, tidak ada nabi setelahku.” [2]
Itu adalah hadits yang mengutarakan kedudukan Ali bin Abi Thalib di mata Rasulullah saw. yang disaksikan oleh Muawiyah. Jadi tentunya Muawiyah tahu benar kemuliaan Ali sebagai orang yang beriman, sahabat Nabi, sekaligus sebagai menantu Nabi. Lalu apa yang melatarbelakangi konflik antara Muawiyah dan Ali? Ini dapat dilihat dari beberapa riwayat.
Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah menuliskan:
Sekelompok orang menemui Muawiyah: “Apakah kau memerangi Ali karena kau merasa sebanding dengannya?”
Muawiyah menjawab: “Demi Allah, aku tahu Ali lebih baik dariku, lebih utama, dan lebih berhak atas kekhalifahan. Tetapi bukankah kalian mengetahui Utsman terbunuh secara zalim? Sedangkan aku adalah anak pamannya dan aku menuntut darahnya serta urusan yang ditinggalkannya. Karena itu sampaikanlah kepada Ali, serahkan para pembunuh Utsman kepadaku, maka aku akan menyerahkan urusan ini kepadanya.”
Ibnu Jarir at-Thabari dalam kitabnya Tarikh at-Thabari menuliskan:
Abu Darda dan Abu Umamah menemui Muawiyah: “Wahai Muawiyah, mengapa kamu memerangi laki-laki ini (Ali bin Abi Thalib)? Demi Allah, ia jauh lebih dulu masuk Islam dibandingkan engkau atau ayahmu, dan ia lebih dekat dengan Rasulullah saw. dibandingkan engkau, dan ia lebih berhak atas kekhalifahan dibandingkan engkau.”
Muawiyah menjawab: “Aku memeranginya untuk menuntut darah Utsman. Karena itu temuilah Ali, lalu mintalah kepadanya agar ia menyerahkan pembunuh Utsman kepadaku. Jika ia menyerahkannya, niscaya aku akan menjadi orang Syria pertama yang mem-bai’at dirinya.”
KATA-KATA BIJAK ALI BIN ABI THALIB
Sungguh aku merasa malu kepada Allah jika dosa-dosaku lebih besar dari ampunan Allah kepadaku.
Sungguh aku merasa malu kepada Allah jika kebodohanku lebih besar dari kesadaranku.
Sungguh aku merasa malu kepada Allah jika kekikiranku tidak menutupi kedermawananku.
– Ali bin Abi Thalib –
Berikut rangkaian kata-kata bijak dari Ali bin Abi Thalib:
* Orang yang layak diberi wewenang untuk menegakkan perintah Allah adalah orang yang tidak berleha-leha, tidak bermalas-malasan, dan tidak suka mengikuti hasrat perut.
* Ucapan dan kebijakan yang baik sering mendapatkan fitnah dari orang-orang yang tidak menyukai kebaikan.
* Sedikit tapi istiqomah lebih baik daripada banyak tapi disertai rasa bosan.
* Ketakwaan adalah induk ahlak.
* Jangan merasa tenang dengan apa yang belum terjadi dan jika sesuatu telah terjadi, jalanilah dengan ketegaran dan ketabahan.
* Sikap qana’ah dan menerima adalah milik yang paling berharga, sedangkan keindahan ahlak merupakan kenikmatan hidup yang sempurna.
* Setiap wadah akan menyempit ketika diisi, kecuali wadah ilmu yang akan semakin luas.
* Orang yang banyak memberi, akan banyak menerima.
* Orang yang berakal adalah orang yang meletakkan sesuatu pada tempatnya.
* Pahitnya dunia adalah manisnya akhirat, dan manisnya dunia adalah pahitnya akhirat.
* Waspadalah dirimu dari bermaksiat kepada Allah ketika engakau sendirian karena yang menyaksikanmu adalah Yang Maha Bijaksana.
* Seandainya seorang hamba melihat masa depan dan keadaannya di akhirat, tentu ia akan menahan syahwat dan tidak akan berpanjang angan.
* Sungguh aneh orang yang berputus asa sedangkan ia punya kesempatan untuk memohon ampunan.
* Kehormatan diri adalah hiasan kefakiran dan syukur adalah hiasan kekayaan.
* Seorang pendakwah yang tidak beramal bagaikan pemanah tanpa anak panah.
* Dosa yang paling besar adalah yang paling mengusik hati pelakunya.
* Aib paling besar adalah kembali melakukan keburukan yang pernah ia lakukan.
* Di antara amal terbaik seorang hamba adalah mengamalkan apa yang diketahuinya.
* Seburuk-buruknya bekal untuk akhirat adalah dosa.
* Barangsiapa mengenakan rasa malu sebagai pakaiannya, maka manusia tidak akan melihat aibnya.
* Manusia adalah musuh bagi apa-apa yang tidak diketahuinya.
* Balaslah orang yang menggunjingmu dengan berbuat baik kepadanya, dan balaslah kejahatan dengan kebaikan.
* Orang yang memiliki akan terpengaruh oleh apa yang dimilikinya.
* Ketakjuban akan menahan seseorang dari sikap berlebihan.
* Ketamakan dalah keburukan abadi.
* Ornag yang tidak bersabar akan dihancurkan oleh kesulitan.
* Meninggalkan dosa lebih ringan daripada mendapatkan ampunan.
* Binasalah orang yang tidak mengetahui kadar dirinya.
* Jika kau melihat, maka kau akan terlihat. Kau akan mendapat petunjuk jika kau mencarinya. Kau akan didengar jika kau mendengar.
* Seseorang tidak dianggap jujur hingga ia menjaga saudaranya dari tiga hal: dalam kesulitannya, dalam ketidakhadirannya, dalam kematiannya.
* Semangat adalah setengah pencapaian.
* Mintalah rejeki dengan bersedekah.
* Jika Sang Khalik Agung ada dalam pikiranmu, maka semua mahluk akan terlihat kecil di matamu.
* Meluputkan kesempatan adalah awal kehancuran.
* Apa yang bisa dibanggakan anak Adam? Pada awalnya ia hanyalah setetes mani, ujungnya hanya sebujur bangkai. Ia tidak dapat memenuhi rejeki dirinya dan tidak dapat menghalangi musibah atas dirinya.
* Ada dua pecandu yang tidak akan pernah merasa kenyang: orang yang mencari ilmu dan orang yang mencari harta.
* Menggunjing orang adalah pekerjaannya orang-orang yang lemah.
* Seburuk-buruknya saudara adalah yang menjadi beban saudaranya.
* Hati dapat bolak-balik. Ketika hati terlentang, bawalah ia untuk melakukan segala ibadah sunat. Saat hati berbalik, batasilah segala geraknya dengan melakukan ibadah wajib.
* Amal yang paling baik adalah amal yang paling dibenci oleh hawa nafsumu.
* Orang yang sombong dan sok tahu akan menggiring dirinya menuju kebinasaan.
* Keutamaan seseorang baru akan diketahui di tengah situasi yang bergejolak.
* Balasan pertama orang yang menyadari keadaan dirinya adalah pertolongan dari orang lain, sehingga ia dapat mengalahkan kebodohan.
* Hati yang berpaling seperti berpalingnya tubuh. Karena itu, carilah puncak-puncak hikmah untuk menggenapkan hatimu.
* Orang yang sabar pasti menang meski butuh waktu yang cukup lama.
* Kebinasaan akan menimpa orang yang mengutamakan pikiran dan pendapat dirinya.
* Bermusyawarah berarti berbagi pikiran dengan orang lain.
* Semakin sempurna akal seseorang, akan semakin sedikit ia bicara.
* Ahli dunia bagaikan penunggang yang berjalan di atas tunggangannya, sedangkan ia dalam keadaan tidur.
SUMBER:
“Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib” – Dr. Musthafa Murad, Guru Besar Universitas al-Azhar Kairo.
FOOTNOTE:
[1] H.R. Bukhari
[2] H.R. Bukhari
[3] Nashaihul Ibad – Imam Nawawi al-Bantani
[4] Nahj al-Balaghah – Sayid Syarif Radhi
[5] Tarikh at-Thabari – Ibnu Jarir at-Thabari
Copy from http://dokter-hanny.blogspot.com/2010/10/kecerdasan-yang-membuat-agama-terasa.html

Kalam Dakwah

Kejayaan, kebahagiaan, kemuliaan, dan kesuksesan makhluk ada dalam kekuasaan Allah SWT.
Allah yang menciptakan. Allah yang memelihara. Allah yang memberi rizki.
Allah menciptakan suasana dan keadaan.
Allah menciptakan sesuatu dengan kudrat dan iradat Nya tanpa bantuan makhluk.
Segala yang nampak ataupun yang tidak nampak berasal dari khazanah Allah.
Untuk kejayaan, kebahagiaan, kemuliaan, dan keselamatan umat manusia Allah telah menghantarkan Agama Islam yang sempurna.
Agama adalah seluruh perintah Allah ikut sunnah Rasulullah saw.
Ketiadaan dan kekurangan dalam amal agama akan menyebabkan kerugian, penderitaan, kegagalan, dan kehinaan baik di dunia maupun di akhirat yang kekal abadi selama-lamanya.
Agama penting namun usaha atas agama jauh lebih penting.
Agama lebih penting dari tanah, air, api, dan udara.

Bagaimana agama dapat wujud dalam diri kita dan seluruh umat serta dapat tersebar ke seluruh alam sampai hari kiamat?
Jawabnya :
Hanya ada satu cara, yaitu dengan usaha dan cara Rasulullah saw, tidak dapat dengan cara lain.

Sebagaimana kita melihat hanya dengan mata, mendengar dengan telinga, berbicara dengan mulut, berjalan dengan kaki, dan sebagainya.
Rasulullah saw adalah penutup para Nabi. Allah SWT tidak akan menurunkan Nabi lagi, tetapi tugas kenabian harus tetap berlanjut sampai hari kiamat.
Siapakah yang akan meneruskan Usaha Kenabian?

Maka Allah telah memilih dan menerima umat ini bertanggungjawab untuk meneruskan Usaha Kenabian.
Apakah Usaha Rasulullah saw itu? Usaha Rasulullah saw adalah kumpulan dari beberapa usaha amal, yaitu :

  1.  Usaha Dakwah ila Allah 
  2. Usaha menghidupkan Taklim wa Ta’allum 
  3. Usaha Dzikir Ibadah dan menambah kekuatan Doa 
  4. Usaha Khidmat (bergaul sesama makhluk dengan akhlak Rasulullah saw. 
Sebagai contoh usaha pertanian ialah kumpulan dari beberapa hal yaitu harus ada sawah, air, benih, alat, dan petani. Apabila salah satu unsure tadi tidak ada maka usaha pertanian tidak dapat berjalan. Demikian juga dengan Usaha R asulullah saw, apabila salah satu amalan tidak dapat dihidupkan maka Usaha Rasulullah tidak dapat berjalan.

Usaha Rasulullah saw dapat dijalankan dengan 5 amal Maqami, yaitu :

  1. Musyawarah Harian 
  2. 2,5 jam silaturrahmi 
  3. Taklim di Masjid dan Taklim di Rumah 
  4. Jaulah di masjid sendiri dan jaulah di masjid tetangga 
  5. Keluar 3 hari tiap bulan Agar 
Usaha dan amalan tersebut dapat terwujud harus dijalankan dengan 6 sifat dalam diri kita, yaitu :
  1. Iman yang benar kepada Allah SWT 
  2. Cara Rasulullah saw 
  3. Mengetahui nilai amal 
  4. Tawajuh kepada Allah 
  5. Ikhlash 
  6. Mujahadah Nafsu 
 Untuk menjalankan Usaha Rasulullah harus dikerjakan dengan berjamaah, karena Nusratullah bersama dengan jemaah.
Apakah jemaah itu ? Jemaah adalah berkumpulnya ahlul haq dalam suatu tempat yang memiliki syarat-syarat tertentu yaitu :

  1. Fikir yang sama sebagaimana fikir Rasulullah saw
  2. Maksud dan tujuan yang sama 
  3. Semangat dan gerak yang sama 
  4. Pembicaraan yang sama dalam perkara yang sama 
  5. Kefahaman agama yang sama atas perkara yang sama 
  6. Satu hati dan kasih sayang 
Apabila Usaha, Amalan, Sifat, dan Syarat-Syarat tersebut dapat wujud pada diri seseorang, satu jemaah, rumah, tempat usaha, masjid dan kampung selama 24 jam, maka :
  1. Allah akan jadikan asbab turunnya hidayah bagi semua umat di seluruh alam sampai hari kiamat. 
  2. Allah akan menjaga rumah, tempat usaha, masjid, dan kampung kita sebagaimana Allah menjaga baitullah dari serangan tentara Abrahah. 
  3. Allah menjaga keluarga dan keturunan kita sebagaimana Allah menjaga keturunan Nabi Ibrahim 
  4. Allah akan memberikan keberkahan rizki dan rizki yang tidak disangka-sangka 
  5. Allah akan tegakkan yang haq dan hancurkan yang bathil 
  6. Allah akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang adil. 
  7. Allah akan jaga diri kita dari fitnah dunia dan fitnah dajjal. 
Agama penting namun usaha atas agama jauh lebih penting.
Bagaimana menjadikan agama dan usaha atas agama menjadi maksud dan tujuan hidup kita.
Pentingnya usaha dan cara tersebut di atas, maka setiap orang apapun profesinya dan strata sosialnya perlu untuk mempelajarinya.
Untuk memahami usaha dan cara tersebut diperlukan pengorbanan fikir, waktu, diri, dan harta.
Kepahaman kita terhadap usaha dan cara tersebut tergantung pada seberapa besar pengorbanan kita. Semakin besar pengorbanan kita maka semakin banyak kepahaman yang akan Allah SWT berikan kepada kita.
Kepahaman dalam usaha dakwah yaitu bagaimana maksud hidup kita untuk usaha dakwah.
Usaha untuk menjadikan :

  1. Masjid kita seperti masjid Nabawi dizaman Rasulullah saw 
  2. Kampung kita seperti Kampung Madinah di zaman Rasulullah saw 
  3. Rumah kita seperti Rumah shahabat. 
Untuk tahap awal. Usaha dan cara tersebut dengan meluangkan waktu :
  1. 1. 2,5 jam setiap hari 
  2. 3 hari setiap bulan 
  3. 40 hari setiap tahun 
  4. 4 bulan seumur hidup