Adab-Adab Puasa
Bagi
orang yang berpuasa terdapat beberapa adab yang selayaknya dia
jalankan, agar tercapai keselarasan dengan perintah-perintah syari’at
dan terealisasi maksud pelaksanaan ibadah tersebut, di samping sebagai
latihan bagi jiwa dan pembersihannya. Maka sudah seharusnya seorang yang
menjalankan ibadah puasa untuk berupaya serius dalam merealisasikan
adab puasa secara sempurna, senantiasa menjaganya dengan baik, karena
kesempurnaan ibadah puasanya sangat tergantung dengannya, dan
kebahagiaannya sangat terkait dengannya.
Di antara adab-adab syar’i yang harus dijaga oleh seorang yang sedang berpuasa adalah “
Pertama,
Menyambut bulan Ramadhan dengan bangga, gembira, dan bahagia. Karena
bulan Ramadhan termasuk karunia Allah dan rahmat-Nya kepada umat
manusia. Allah Ta’ala berfirman :
( قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ )
Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka dengan itu bergembiralah kalian. (Yunus: 58)
Yaitu
dalam bentuk : dengan memuji Allah yang telah menyampaikannya kepada
bulan Ramadhan, Meminta pertolongan kepada Allah agar Dia membantunya
dalam pelaksanaan ibadah puasa, dan mempersembahkan amal-amal shalih
dalam bulan Ramadhan. Sebagaimana pula disunnah baginya untuk berdo’a
ketika setiap kali melihat hilal untuk bulan apapun dalam satu tahun.
Berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma, berkata :
“Dulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat Al-Hilal
beliau mengucapkan doa :
اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ
وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ
“Allahu
Akbar, Ya Allah terbitkanlah al-hilal kepada kami dengan keamanan dan
iman, dengan keselamatan dan Islam, dan taufiq kepada apa yang Engkau
cintai dan Engkau Ridhai. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.”
Dengan
catatan, tidak boleh sengaja menghadap ke arah hilal ketika membaca doa
tersebut, atau mengangkat kepalanya ke arah hilal, atau menunjuk kepada
hilal. Namun dalam berdoa menghadap ke arah yang kita menghadap ke arah
tersebut ketika shalat. (lihat juga : [1] Doa Ketika Melihat Hilal)
Kedua,
Termasuk adab penting adalah seorang muslim tidak memulai pelaksanaan
puasa Ramadhannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal dan tidaklah
mengakhiri puasa Ramadhannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal. Di
samping dalam pelaksanaannya dia selalu bersama dengan pemerintah
muslimin dan kaum muslimin pada umumnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memerintahkan :
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين
Berpuasalah
kalian berdasarkan ru`yatul hila, dan ber’idul fithrilah berdasarkan
ru`yatul hilal. Apabila hilal terhalangi atas kalian, maka
sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari. Muttafaqun ‘alaihi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga melarang melaksanakannya kecuali berdasarkan ru`yatul hilal :
لا تصوموا حتى تروه ولا تفطروا حتى تروه، فإن أغمي عليكم فأكملوا العدة ثلاثين
Janganlah
kalian melaksanakan shaum sampai kalian berhasil melakukan ru`yatul
hilal, dan janganlah kalian ber’idul fithri sampai kalian berhasil
melakukan ru`yatul hilal. Apabila hilal terhalangi atas kalian, maka
sempurnakanlah bilangan bulan menjadi 30 hari. Muttafaqun ‘alaihi
Ketiga,
senantiasa melaksanakan makan sahur, karena barakah yang ada padanya.
Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur hingga dekat dengan waktu
fajr.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِِ بَرَكَةً
Makan sahurlah kalian, karena pada makanan sahur itu terdapat barakah. [2] [1] (Muttafaqun ‘alaihi)
Tentang keutamaan dan barakah padanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :
البَرَكَةُ فِي ثَلاَثَةٍ: فِي الجَمَاعَةِ وَالثَّرِيدِ وَالسَّحُورِ
Barakah itu terdapat pada tiga hal : Al-Jama’ah, Tsarid, dan makan sahur. (Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 1045)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga memberitakan :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِين
Sesungguhnya
Allah dan para malaikat-Nya menyampaikan shalawat [3] [2]) kepada
orang-orang yang melakukan makan sahur. (HR. Ath-Thabarani dan Ibnu
Hibban. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib)
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjadikan makan sahur sebagai
pembeda antara puasanya kaum muslimin dengan puasanya ahlul kitab.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Pembeda antara puasa kita – kaum muslimin – dengan puasanya ahlul kitab adalah makan sahur (Muslim)
Yang afdhal (lebih utama) adalah bersahur dengan tamr (kurma). Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
نِعْمَ سَحُورِ المُؤْمِنِ التَّمْرُ
Sebagus-bagus makanan sahurnya seorang mukmin adalah tamr (kurma) HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban. Lihat Ash-Shahihah no. 562.
Kalau
ia kesulitan mendapatkan tamr (kurma), maka makan sahur masih bisa
terlaksana dengan makanan-makanan lain, bahkan walaupun hanya dengan
seteguk air. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
تَسَحَّرُوا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
Bersahurlah kalian walaupun dengan seteguk air. (Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib)
Waktu
sahur dimulai sejak waktu dekat-dekat fajar dan berakhir ketika telah
jelas antara benang putih dengan benang hitam, yakni apabila telah
terbit fajar.
Disunnahkan untuk mengakhirkan pelaksanaan makan
sahur, yakni hingga waktu sangat dekat dengan waktu fajar/shubuh.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
إِنَّا
مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعَجيِلِ فِطْرِنَا وَتَأْخِيرِ
َسُحُورِنَا وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِي الصَّلاَةِ
Sesungguhnya
kami segenap para nabi, kami diperintahkan untuk menyegerakan berbuka
dan mengakhirkan sahur, serta agar kami meletakkan tangan kanan kami di
atas tangan kiri kami ketika shalat. (Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah IV/376)
Di antara
perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah beliau
mengakhirkannya hingga antara waktu selesai makan dengan waktu shubuh
sejarak bacaan 50 ayat dari surat yang sedang. Shahabat Anas bin Malik
meriwayatkan dari shahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallah ‘anhu :
تَسَحَّرْنَا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ
إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحور؟ قَالَ:
قَدْرَ خَمْسِينَ آيَةً
“Kami bersahur bersama Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, kemudian kami berdiri menunaikan shalat.” Maka saya
(Anas) bertanya : berapa jarak antara adzan dengan selesainya sahur?
Zaid menjawab : “sejarak bacaan 50 ayat” (Muttafaqun ‘alahih)
Termasuk
tradisi para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah
mengakhirkan makan sahur. Dari ‘Amr bin Maimun Al-Audi rahimahullah
berkata :
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاس إفْطَارًا وَأَبْطأَهُمْ سحورًا
“Dulu
para shahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang
yang paling bersegera melaksanakan buka puasa, dan paling akhir dalam
melaksanakan makan sahur.” (Abdurrazzaq, Al-Baihaqi. Al-Hafizh
menyatakan sanad riwayat ini shahih)
Bersambung Insya Allah
(diterjemahkan
dari mizah syahri Ramadhan wa fadha`ilish shiyam wa fawa`idihi wa
adabihi, Asy-Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus. Diterjemahkan oleh Abu ‘Amr
Ahmad – dengan ada perubahan dan penambahan. Sumber [4]
http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361066 )
[5] [1] Diantara barakah yang dikandung pada makan sahur adalah :
1. Ittiba’ As-Sunnah (mengikuti jejak sunnah Rasulullah r),
2. Membedakan diri dengan Ahlul Kitab,
3. Memperkuat diri dalam ibadah,
4. Mencegah timbulnya akhlak yang jelek seperti marah dan lainnya dikarenakan rasa lapar,
5. Membantu seseorang untuk bangun malam dalam rangka berdzikir, berdo’a serta shalat di waktu yang mustajab,
6. Membantu seseorang untuk niat shaum bagi yang lupa berniat sebelum tidur.
Disimpulkan
oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id bahwa barokah-barokah tersebut ada yang bersifat
kebaikan duniawi dan ada yang bersifat kebaikan ukhrawi (lihat Fathul
Bari penjelasan hadits no. 1923).
[6] [2] Makna shalawat Allah
kepada hamba-Nya adalah Allah menyebut-nyebut si hamba tersebut di
hadapan para malaikat-Nya. Sedangkan makna shalawat para malaikat adalah
do’a kebaikan para malaikat tersebut untuk si hamba tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar