Bendera Bangsaku

SELAMAT DATANG SOBATKU DI BLOG MAMAT/UCOK/RONI PUTERA JAWA KETURUNAN SUMATERA, ALLAH KUASA MAKHLUQ TAK KUASA LAILAHAILLALLAH MUHAMMADURRASULULLAH

Mendidik Anak dengan Cerdas

Membentuk kecerdasan buah hati dengan hadiah

Bahasan pertama yang akan saya ketengahkan ini, mengangkat tema seputar pemberian hadiah untuk anak demi terbentuknya kreativitas mereka. memberi imbalan sebagai bentuk dukungan adalah cara yang tepat dalam mencetak anak kreatif. Pembahasan inilah yang akan mewarnai halaman-halaman selanjutnya dalam bab ini.
1. Prinsip keseimbangan 
Hadiah, support dan menunjukkan rasa sayang yang diungkapkan dengan sepenuh hati semuanya bisa mendorong anak untuk kreatif, sukses dan berprestasi. Memberi imbalan memang penting dalam proses pendidikan anak. Akan tetapi, harus juga memperhatikan keseimbangan (balance) antara imbalan yang bersifat materi dan maknawi. Lebih banyak memberikan imbalan materi saja, misalnya, akan membuat anak menjadi pragmatis atau oportunis, yang tidak mau melakukan kebaikan tanpa imbalan.
 Di Tengah-tengah peperangan 
Kita harus memikirkan imbalan apa yang akan kita berikan kepada anak ketika ia melakukan sesuatu dengan baik. Inilah Shalahuddin Al-Ayyubi ditengah-tengah peperangan, ketika ia sedang mengadakan inspeksi ke kamp tentaranya, ia melewati seorang anak kecil yang sedang membaca Al-Quran dengan tartil di depan ayahnya. Peperangan tidak melalaikan Shalahuddin untuk memberi imbalan kepada anak tersebut. Ia memberikan jatah makanannya kepada anak itu, dan mewakafkan sebagian kebunnya untuk ayah dan anaknya tersebut.
“Engkau wahai ayah, janganlah peperangan ini melalaikanmu untuk memberi pujian terhadap anakmu atas usahanya yang baik itu. Karena pujianmu bisa membuatnya senang, dan mendorongnya untuk kreatif dan berprestasi.”
Imam Al-Ghazali berkata di dalam bukunya Ihya Ulumud-Din, “Setiap kali anak berbuat kebaikan dan terpuji, maka berilah ia imbalan yang membuatnya senang, dan pujilah ia di depan orang lain.”
 Support yang baik
Sebuah majalah di Inggris pernah mengadakan perlombaan menulis tentang faktor yang menjadi pendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan dan moral sekaligus. Perlombaan tersebut dimenangkan oleh seorang penulis wanita terkenal yang menulis, “Sesuatu (faktor) itu adalah support (dukungan yang baik). Dialah yang telah menjadikan saya menjadi penulis terkenal saat ini. Dialah yang telah menggenjot semangat saya untuk maju terus kedepan....”
Contohnya, ketika anak anda menggambar di dinding rumah, apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan marah? Jika anda marah, itu sama saja membuat anak anda tidak suka menggambar, dan menghalangi kreatifitasnya. Atau anda akan mengatakan, “Tidak sayang, kalau mau menggambar, di buku gambar saja ya! Nanti dindingnya jadi kotor, kan tidak enak dilihatnya. Kalau menggambar di buku gambar kan nanti bisa ditempel di dinding. Begitu ya sayang!” dengan sikap demikian, anak pun akan membalasnya dengan sikap yang baik pula.
Banyak cara yang bisa anda lakukan dalam memberi imbalan kepada anak diantaranya adalah memberi ciuman; memanggilnya dengan panggilan yang indah; memberi imbalan materi (dengan memperhatikan prinsip-prinsipnya); menceritakan kisah; memaafkannya ketika berbuat salah.
Kita juga perlu memuji anak didepan orang lain; membiarkan anak bermain; menyayangi anak sepenuh hati; menyambutnya dengan sambutan yang baik; memandang, tersenyum dan membelai anak; menghadiahkan sesuatu untuk anak; menerima pendapatnya; menemaninya ketika keluar rumah; dan terakhir, tidak membeda-bedakan anak. Berbagai hal tersebut akan kita uraikan secara rinci pada pembahasan berikutnya.
2. Memberi ciuman
Memberikan ciuman adalah salah satu dari sunnah Rasulullah saw. Ciuman bisa menambah rasa cinta dan kasih sayang. Selain itu, bisa menjadi dukungan yang baik bagi anak, dan mendorongnya untuk mau melakukan apa yang kita minta. Ciuman diberikan ketika anak akan pergi sekolah, ketika pulang, ketika bermain bersama kita, dan ketika anak melakukan sesuatu yang baik. Semuanya itu mempunyai pengaruh yang besar dalam membangun suasana yang penuh cinta dan kasih sayang antara orang tua dan anak.
 Aku belum pernah mencium mereka
Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah mencium Al-hasan dan Al-Husein di depan seorang sahabat bernama Al-Aqra’ bin Habis Al-Taimi yang sedang duduk. Melihat kejadian itu Al-Aqra’ berkata, “Aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi tidak seorang pun pernah aku cium.” Rasulullah pun memandangnya sambil menjawab, “Siapa yang tidak menyayangi tidak akan disanyangi.”
 Apakah anda suka mencium putra-putri anda?
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwa seorang arab gunung pernah mendatangi Rasulullah saw, dan ia bertanya kepada beliau, “Apakah kalian suka menciumi anak-anak kalian? Adapun kami tidak pernah melakukan hal seperti itu.” Beliau menjawab, “Apakah kamu berharap agar Allah mencabut kasih sayang dari hatimu?”
 Bukan untuk memanjakan 
Ingat yang terbaik adalah pertengahan. Tidak terlalu berlebihan di dalam menampakkan perasaan adalah suatu hal yang harus dilakukan, dan itu sangat penting. Ciuman yang kita berikan bertujuan untuk membuat anak merasa hangat, nyaman dan disanyangi. Namun, jika melebihi batas itu bisa membuatnya merasa dimanja sehingga ciuman bukan lagi menjadi cara untuk membuat anak kreatif melainkan menjadi anak manja.
Diantara bentuk memanjakan anak, seperti:
1. Sering menggendongnya, dan tidak mau meninggalkannya, baik dikarenakan suatu sebab ataupun tidak.
2. Tidak menegurnya ataupun menghukumnya ketika berbuat salah karena khawatir yang berlebihan terhadap anak.
 Akibat memanjakan anak
Memanjakan anak mempunyai efek negatif terhadap mentalnya. Diantaranya, seperti ketika anak tumbuh besar ia akan merasa minder terhadap teman-temannya (inferiority complex). Anak merasa tidak bisa melakukan apa-apa karena ia tidak punya kepercayaan diri untuk melakukannya.
Ia merasa teman-temannya lebih unggul dari pada dirinya yang merasa terus tertinggal. Ia melihat teman-temannya bisa bersabar ketika ditimpa kesulitan, sedangkan dirinya hanya bisa menangis. Ia menganggap teman-temannya adalah orang-orang yang supel dan pandai bergaul, sedangkan dirinya adalah orang yang tertutup dan kaku untuk bergaul.
 Pertengahan adalah solusinya
Maka dari itu, pertengahan adalah wilayah aman di dalam proses mendidik anak. Jangan terlalu keras, tetapi jangan juga terlalu memanjakan. Biasa-biasa saja dalam memperlakukan anak dan menampakkan perasaan kita kepada mereka.
3. Memanggil dengan panggilan yang indah 
Diantara hak anak yang menjadi kewajiban kita adalah memilihkan dan memberikannya nama yang bagus. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya, diantara hak anak yang menjadi kewajiban orang tuanya adalah memberikan nama yang bagus untuknya, dan mendidiknya dengan baik.”
Maka dari itu, diantara faktor pembentuk kepercayaan diri (self confidence) anak, dan menumbuhkan semangat hidup pada dirinya adalah dengan cara memanggilnya dengan panggilan yang paling disukainya atau dengan sifat baik yang dimilikinya, maka panggilan yang baik adalah sebagai bukti kasih sayang orang tua pada anaknya. 
Nabi saw, sering memanggil Aisyah ketika ia berumur dua belas tahun dengan panggilan, ya Aisy. Itu dalam kultur Arab untuk menandakan sayang, seperti Hamadah untuk Muhammad, Amurah untuk Umar, dan Khalud untuk Khalid.
Seseorang pernah datang kepada Umar bin Khathab, ia mengadukan perihal penentangan anaknya. Sang anak berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, Bukankah anak mempunyai hak yang menjadi tanggung jawab ayahnya?” Umar menjawab, “benar” Anak itu bertanya lagi “Apakah itu wahai Amirul Mukminin?” Umar pun menjawab, “Memilihkan Ibu yang baik, memberikan nama yang bagus dan mengajarkannya Al-Quran. “Sang anak pun meneruskan ucapannya, “Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari yang engkau sebutkan tadi. Ibuku seorang budak yang sebelumnya milik seorang majusi, ia memberiku nama Ju’la (kumbang), dan tidak pernah mengajarkan kepadaku Al-Quran walaupun satu huruf.” Umar langsung menoleh kearah sang ayah yang tadi pertama kali mengadu, dan berkata, “Engkau datang kepadaku untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah lebih dahulu durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu, dan engkau telah menyakitinya sebelum ia menyakitimu.”
Jangan pernah sekali-kali anda memanggil anak dengan panggilan yang jelek, sekalupun anda saat itu sedang sangat marah kepadanya. Karena para psikolog berpendapat bahwa ketika anda memanggil anak dengan suatu panggilan tertentu, panggilan tersebut akan terekam dalam otak memori anak. Maka ketika anda memanggilnya ‘hai tolol’, anak akan menganggap dirinya benar-benar tolol. Atau ketika anak anda menjatuhkan hiasan dari atas meja. Anda marah dan menyebutnya ‘si perusak’. Alih-alih membantunya untuk tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut, justru yang anda lakukan adalah menjatuhkan pribadinya/mentalnya. Anak anda pun tidak tahu diperbuatnya, sedangkan anda tidak memberikannya kesempatan untuk belajar tentang kebenaran dari kesalahan yang telah dilakukannya. Anda pun telah mengajarkannya kosa-kata baru yang akan ia rekam dalam memorinya, kemudian akan ia gunakan panggilan jelek itu kepada teman-temannya ketika ia marah.
Sekedar memanggil nama anak dengan cara yang baik, sebenarnya merupakan salah satu wasilah untuk memberikan semangat kepada anak untuk menjadi lebih baik lagi. Setiap kali ia melakukan kebaikan, kita tambahkan panggilan yang indah sebagai pujian yang kita berikan untuk mereka. seperti, “Wah, Rifki yang saleh hebat yah, Aisyah yang shalehan pinter deh!”
4. Memberikan imbalan materi
Anak-anak sangat menyukai hadiah, dan menyukai orang yang memberinya, karena anak senang terhadap orang yang memperhatikan dan menghargai dirinya. Walaupun hadiah tersebut hanya berupa permen, pena, mainan sederhana, atau penggaris. Yang penting anak sangat menunggu-nunggu diberi hadiah. Oleh karena itu, imbalan atau pun hadiah bisa menjadi salah satu cara untuk mensupport anak agar lebih baik lagi.
Anak tetapi, pertengahan adalah urusan yang paling baik dalam segala hal. Oleh karena itu, kita harus menyeimbangkan antara hadiah yang bersifat materi dan maknawi. Hadiah yang bersifat materi seperti, sepeda, jam tangan, penggaris, jika kita melebihi batas, itu akan menjadikan anak bersifat pragmatis atau oportunis yang tidak mau melakukan sesuatu tanpa imbalan yang menguntungkan baginya.
Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang membawa sesuatu (sebagai hadiah) untuk keluarganya maka sama saja ia dengan bershadaqah kepada keluarganya sampai ia memberkannya kepada mereka (sampai di tangannya).”
Contohnya, memberikan hadiah kepada anak dengan mengatakan, “Semoga Allah selalu memudahkan jalanmu wahai anakku. Insya Allah, ayah akan membelikanmu jam tangan karena kamu meraih peringkat dua di sekolahmu.”
5. Membacakan Cerita
Cerita dan kasih, baik yang berbentuk kaset, film, atau pun buku sangat disenangi anak. Anak merasa eksis bersama lakon-lakon dari cerita yang disenanginya, dan mengimajinasikan bahwa mereka bisa diajak bicara dan bermain. Oleh sebab itu, orang tua wajib mengambil manfaat dari kesukaan anak tadi. Orang tua bisa menceritakan kepada mereka cerita-cerita yang mendidik, seperti kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran, dan kisah-kisah tentang para nabi.


Bukankah Allah telah berfirman dalam Quran-Nya :
 “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar......”
(Al-Imran [31]: 62
 “kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik....”
(Yusuf [12] :3)
 “sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal........”
(Yusuf [12] :111)
Waktu yang tepat untuk bercerita:
1. Sesuai dengan situasi yang ada.
Orang tua harus bisa memanfaatkan situasi anak dan menceritakan kepadanya cerita yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi anak.
2. Sebelum tidur 
Para psikolog menganjurkan para orang tua untuk membacakan dongeng sebelum tidur untuk anaknya karena hal itu banyak mengandung manfaat untuk pendidikan anak.
3. Ketika anak memintanya.
Pada saat inilah anak sedang dalam kondisi 100% siap untuk menangkap apa yang akan ia dapatkan dari cerita yang didengarnya. Bergembiralah para orang tua, jika anaknya meminta mereka bercerita untuknya. Karena hal itu berarti menunjukkan kedekatan anak dengan orang tuanya.
Alangkah baiknya ketika anda bercerita, anda padukan dengan intonasi suara yang sesuai disertai gerakan tubuh yang berirama sesuai dengan isi cerita. Maka dengan demikian, anak akan merasa bahwa lakon yang sedang anda ceritakan benar-benar hidup, dan ia sedang berada di dalam cerita tersebut. Atau lebih baik lagi jika anda menyertakan nama anak anda ke dalam cerita tersebut atau yang semisalnya.
Anda bisa menjadikan cerita sebagai wasilah pendidikan anak. Misalnya, ketika anak berbuat baik maka anda bacakan cerita untuknya. Namun, jika anak nakal, anda bisa memperingatkan dengan tidak akan lagi membacakan cerita.

6. Memaafkannya ketika berbuat salah
Menggugurkan hukuman untuknya ketika berbuat salah, karena ia telah melakukan kebaikan sebelumnya yang lebih besar. Sehingga ia tahu bahwa kebaikan yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang bagus yang disenangi kedua orang tuanya. Itu menjadi pendorong baginya untuk semangat melakukan kebaikan yang bisa membuat orang tuanya senang dan ridha kepadanya, yang pada waktu yang sama juga ia merasa aman dari hukuman.
Contohnya, “Ahmad....! karena hafalan Al-Qurannya lancar, ayah tidak akan menghukummu walaupun kamu semalam tidak belajar.”
7. Pujilah anak di depan orang-orang
Memuji anak di depan teman-teman atau pun saudaranya yang lain merupakan wasilah yang paling penting dalam memberikan support yang baik bagi anak. Karena pujian tersebut, membuat anak berbuat baik secara suka rela tanpa paksaan, dan karena demi mewujudkan pujian terhadapanya itu. Maka hal tersebut, menjadi pendorong bagi anak untuk lebih semangat melakukan kebaikan.
Setiap manusia mempunyai fitrah menyukai kata-kata indah terlebih lagi anak-anak. Jangan sekali-kali anda menghina anak, karena menghina, mencela, dan memperolok-oloknya adalah penyebab penyimpangan mental anak. Contohnya, ketika anak kita memukul adiknya yang kecil, kita langsung memanggilnya, “Dasar anak jahat.” Atau ketika kita meminta diambilkan secangkir air minum, kemudiann anak menolak, kita langsung menyebutnya pemalas. Atau ketika anak mengambil barang saudaranya tanpa seizinnya, kita lansung memanggilnya pencuri.

0 komentar: